Menulis
adalah pekerjaan seni. Pelukis terkenal Sudjojono pernah ditanya
seseorang, “Bagaimana Anda melukis?” Sudjojono malah balik bertanya,
“Apakah saudara punya buku panduan naik sepeda?” Begitulah. Menulis
berita pun tak jauh beda dengan pekerjaan melukis.
Namun, karena berita menyajikan fakta-fakta, ada kaidah-kaidah
tertentu yang tak boleh ditinggalkan seorang wartawan. Ada begitu banyak
buku panduan dan teknik menulis berita yang sudah diterbitkan yang
ditulis wartawan senior, meski pokok-pokoknya mengacu pada satu hal.
Jika pun makalah ini ditulis, hanya sedikit pokok-pokok yang bisa
dijelaskan, karena menulis berita tidak mungkin diuraikan secara
sistematis.
Berbeda
dengan majalah yang sifat beritanya lebih analisis, berita keras tidak
boleh beropini. Sehingga tulisan hanya menyajikan fakta-fakta. Dan waktu
juga menjadi perhatian lainnya. Berita majalah berbentuk feature berita
sehingga sifanya tidak tergantung waktu. Sedangkan koran yang terbit
harian sifat beritanya pun terbatas oleh waktu. Esok harinya, sudah ada
berita baru sebagai perkembangan berita sebelumnya. Apalagi media dotcom
yang melaporkan perkembangan dari jam ke jam bahkan dari menit ke
menit. Di sini hanya akan dibatasi menulis berita keras.
Judul
1. Judul berita sebisa mungkin dibuat dengan kalimat pendek, tapi bisa menggambarkan isi berita secara keseluruhan. Pemberian judul ini menjadi penentu apakah pembaca akan tertarik membaca berita yang ditulis atau tidak.
1. Judul berita sebisa mungkin dibuat dengan kalimat pendek, tapi bisa menggambarkan isi berita secara keseluruhan. Pemberian judul ini menjadi penentu apakah pembaca akan tertarik membaca berita yang ditulis atau tidak.
2.
Menggunakan kalimat aktif agar daya dorongnya lebih kuat. Seorang
penulis novel terkenal, Stephen King, pernah mencemooh penulis yang
menggunakan kalimat aktif. “Kalimat pasif itu aman,” kata King. Mungkin
benar, tapi memberi judul berita bukan soal aman atau tidak aman. Judul
aktif akan lebih menggugah. Bandingkan misalnya judul “Suami Istri
Ditabrak Truk di Jalan Tol” dengan “Truk Tronton Tabrak Suami Istri di
Jalan Tol”. Judul kedua, rasanya, lebih hidup dan kuat. Namun pemberian
judul aktif tidak baku. Ada judul berita yang lebih kuat dengan kalimat
pasif. Biasanya si subyek berita termasuk orang terkenal. Misalnya judul
“Syahril Sabirin Divonis 3 Tahun Penjara.”
3.
Persoalan judul menjadi menarik seiring munculnya media berita
internet. Memberi judul untuk koran yang waktunya sehari tidak akan
memancing pembaca jika mengikuti peristiwa yang terjadi, karena
peristiwa itu sudah basi dan ditulis habis di media dotcom. Memberi
judul untuk koran sebaiknya memikirkan dampak ke depan. Misalnya, judul
“Syahril Sabirin Divonis 3 Tahun Penjara.”
Bagi
koran yang terbit esok pagi, misalnya, judul ini basi karena media
dotcom dan radio (juga) televisi, sudah memberitakannya begitu vonis
dijatuhkan. Untuk mengetahui dampak ke depan setelah vonis dijatuhkan,
wartawan yang meliput harus kerja lebih keras. Misalnya dengan bertanya
ke sumber-sumber dan Syahril sendiri soal dampak dari vonis itu.
Pembaca,
tentu saja ingin tahu perkembangan berikutnya pada pagi hari setelah
mendengar berita tersebut dari radio, televisi dan membaca internet
malam sebelumnya. Namun, soal judul untuk koran dan media dotcom dengan
cara seperti ini masih menjadi perdebatan. Karena judul “Syahril Sabirin
Divonis…” masih kuat ketika ditulis esok harinya. Ini hanya soal
kelengkapan saja. Jika dotcom dan media elektronik hanya membuat
breaking news-nya saja, koran—karena mempunyai waktu tenggat lebih
lama—bisa melengkapi dampak-dampak tersebut di tulisannya, meski memakai
judul yang sama.
Lead
1. Selain judul, lead bisa menjadi penentu seorang pembaca akan melanjutkan bacaannya atau tidak. Sehingga beberapa buku panduan menulis berita menyebut lebih dari 10 lead yang bisa dipakai dalam sebuah berita. Namun, hal yang tak boleh dilupakan dalam menulis lead adalah unsur 5W + 1H (Apa/What, Di mana/Where, Kapan/When, Mengapa/Why, Siapa/Who dan Bagaimana/How) . Pembaca yang sibuk, tentu tidak akan lama-lama membaca berita. Pembaca akan segera tahu apa berita yang ditulis wartawan hanya dengan membaca lead. Tentu saja, jika pembaca masih tertarik dengan berita itu, ia akan melanjutkan bacaannya sampai akhir. Dan tugas wartawan terus memancing pembaca agar membaca berita sampai tuntas.
1. Selain judul, lead bisa menjadi penentu seorang pembaca akan melanjutkan bacaannya atau tidak. Sehingga beberapa buku panduan menulis berita menyebut lebih dari 10 lead yang bisa dipakai dalam sebuah berita. Namun, hal yang tak boleh dilupakan dalam menulis lead adalah unsur 5W + 1H (Apa/What, Di mana/Where, Kapan/When, Mengapa/Why, Siapa/Who dan Bagaimana/How) . Pembaca yang sibuk, tentu tidak akan lama-lama membaca berita. Pembaca akan segera tahu apa berita yang ditulis wartawan hanya dengan membaca lead. Tentu saja, jika pembaca masih tertarik dengan berita itu, ia akan melanjutkan bacaannya sampai akhir. Dan tugas wartawan terus memancing pembaca agar membaca berita sampai tuntas.
2. Lead terkait dengan peg atau biasa disebut pelatuk berita. Seorang
reporter ketika ditugaskan meliput peristiwa harus sudah tahu “pelatuk”
apa yang akan dibuat sebelum menulis berita. Pelatuk berbeda dengan
sudut berita. Ada satu contoh. Misalkan seorang reporter ditugaskan
meliput banjir yang merendam ratusan rumah dan warga mengungsi. Yang
disebut sudut berita adalah peristiwa banjir itu sendiri, sedangkan peg
adalah warga yang mengungsi. Mana yang menarik dijadikan lead? Anda bisa
memilih sendiri. Membuat lead soal mengungsi mungkin lebih menarik
dibanding banjir itu sendiri. Karena ini menyangkut manusia yang secara
langsung akan berhubungan dengan pembaca. Berita lebih menyentuh jika
mengambil lead ini. Manusia, secara lahiriah, senang menggunjingkan
manusia lain.
Badan Berita
1.
Penentuan lead ini juga membantu reporter menginventarisasi bahan-bahan
berita. Sehingga penulisan berita menjadi terarah dan tidak keluar dari
lead. Inilah yang disebut badan berita. Ada hukum lain selain soal
unsur pada poin 1 tadi, yakni piramida terbalik. Semakin ke bawah,
detail-detail berita semakin tidak penting. Sehingga ini akan membantu
editor memotong berita jika space tidak cukup tanpa kehilangan
pentingnya berita itu sendiri.
2.
Untuk lebih mudahnya, susun berita yang berawal dari lead itu secara
kronologis. Sehingga pembaca bisa mengikuti seolah-olah berita itu suatu
cerita. Teknik ini juga akan membantu reporter memberikan premis
penghubung antar paragraf. Hal ini penting, karena berita yang
melompat-lompat, selain mengurangi kejelasan, juga mengurangi kenyamanan
membaca.
3.
Cek dan ricek bahan yang sudah didapat. Dalam berita, akurasi menjadi
hal yang sangat penting. Jangan sungkan untuk menanyakan langsung ke
nara sumber soal namanya, umur, pendidikan dan lain-lain. Bila perlu
kita tulis di secarik kertas lalu sodorkan ke hadapannya apakah benar
seperti yang ditulis atau tidak. Akurasi juga menyangkut fakta-fakta.
Kuncinya selalu cek-ricek-triple cek.
Bahasa
1. Bahasa menjadi elemen yang penting dalam berita. Bayangkan bahwa pembaca itu berasal dari beragam strata. Bahasa yang digunakan untuk berita hendaknya bahasa percakapan. Hilangkan kata bersayap, berkabut bahkan klise. Jika narasumber memberikan keterangan dengan kalimat-kalimat klise, seorang reporter yang baik akan menerjemahkan perkataan narasumber itu dengan kalimat-kalimat sederhana. Tentu saja kita tidak mengerti jargon-jargon yang seperti, “Disiplin Mencerminkan Kepribadian Bangsa” yang ditulis besar-besar pada spanduk. Siapa yang peduli bangsa? Berita yang bagus adalah berita yang dekat dengan pembaca.
1. Bahasa menjadi elemen yang penting dalam berita. Bayangkan bahwa pembaca itu berasal dari beragam strata. Bahasa yang digunakan untuk berita hendaknya bahasa percakapan. Hilangkan kata bersayap, berkabut bahkan klise. Jika narasumber memberikan keterangan dengan kalimat-kalimat klise, seorang reporter yang baik akan menerjemahkan perkataan narasumber itu dengan kalimat-kalimat sederhana. Tentu saja kita tidak mengerti jargon-jargon yang seperti, “Disiplin Mencerminkan Kepribadian Bangsa” yang ditulis besar-besar pada spanduk. Siapa yang peduli bangsa? Berita yang bagus adalah berita yang dekat dengan pembaca.
2. Menulis lead yang bicara. Untuk mengujinya, bacalah lead atau
berita tersebut keras-keras. Jika sebelum titik, nafas sudah habis,
berarti berita yang dibuat tidak bicara, melelahkan dan tidak enak
dibaca. Ada buku panduan yang menyebut satu paragraf dalam sebuah berita
paling panjang dua-tiga kalimat yang memuat 20-30 kata. Untuk
menyiasatinya cobalah menulis sambil diucapkan.
3.
Berita yang bagus adalah berita yang seolah-olah bisa didengar.
Prinsipnya sederhana, makin sederhana makin baik. Seringkali reporter
terpancing menuliskan berita dengan peristiwa sebelumnya jika berita itu
terus berlanjut, sehingga kalimat jadi panjang. Untuk menghindarinya,
jangan memulai tulisan dengan anak kalimat atau keterangan. Agar jelas,
segera tampilkan nilai beritanya.
4. Menghidari kata sifat. Menulis berita dengan kata sifat cenderung
menggurui pembaca. Pakailah kata kerja. Menulis berita adalah menyusun
fakta-fakta. Kata “memilukan”, misalnya, tidak lagi menggugah pembaca
dibanding menampilkan fakta-fakta dengan kata kerja dan contoh-contoh.
Tangis perempuan itu memilukan hati, misalnya. Pembaca tidak tahu
seperti apa tangis yang memilukan hati itu. Menuliskan fakta-fakta yang
dilakukan si perempuan saat menangis lebih bisa menggambarkan bagaimana
perempuan itu menangis. Misalnya, rambutnya acak-acakan, suaranya
melengking, mukanya memerah dan lain-lain. “Don’t Tell, But Show!”
5.
Menuliskan angka-angka. Pembaca kadang tidak memerlukan detail
angka-angka. Kasus korupsi seringkali melibatkan angka desimal. Jumlah
Rp 904.775.500, lebih baik ditulis “lebih dari Rp 904 juta atau lebih
dari Rp 900 juta”.
Ekstrak
Jangan pernah menganggap pembaca sudah tahu berita yang ditulis. Dalam menulis berita seorang reporter harus menganggap pembaca belum tahu peristiwa itu, meski peristiwanya terus berlanjut dan sudah berlangsung lama. Tapi juga jangan menganggap enteng pembaca, sehingga timbul kesan menggurui. Menuliskan ekstrak peristiwa sebelumnya dalam berita dengan perkembangan terbaru menjadi penting.
Jangan pernah menganggap pembaca sudah tahu berita yang ditulis. Dalam menulis berita seorang reporter harus menganggap pembaca belum tahu peristiwa itu, meski peristiwanya terus berlanjut dan sudah berlangsung lama. Tapi juga jangan menganggap enteng pembaca, sehingga timbul kesan menggurui. Menuliskan ekstrak peristiwa sebelumnya dalam berita dengan perkembangan terbaru menjadi penting.
Panduan
ini tidak mutlak untuk menulis berita. Masih banyak hal yang belum
dijelaskan dalam makalah ini. Hal paling baik bisa menulis berita yang
enak dibaca adalah mencobanya. Jadi, selamat mencoba.
* makalah dalam pelatihan jurnalistik mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 28 Februari 2002.
** wartawan Tempo News Room
Referensi:
1. Simbolon, Parakitri T., 1997. Vademekum Wartawan. Jakarta. Kepustakaan Populer Gramedia
2. Hadad, Toriq dan Bambang Bujono (Ed)., 1997. Seandainya Saya Wartawan Tempo. Jakarta. Institut Studi Arus Informasi dan Yayasan Alumni Tempo
1. Simbolon, Parakitri T., 1997. Vademekum Wartawan. Jakarta. Kepustakaan Populer Gramedia
2. Hadad, Toriq dan Bambang Bujono (Ed)., 1997. Seandainya Saya Wartawan Tempo. Jakarta. Institut Studi Arus Informasi dan Yayasan Alumni Tempo
0 komentar:
Posting Komentar